Tentang Kecerdasan Emosional

Kali ini, saya ingin bercerita tentang kecerdasan emosional. Bagi saya, ini PR besar selama saya hidup hampir seperempat abad. Terkadang, saya berpikir, terlambat nggak, ya, kalau saya masih berkutat dalam hal kecerdasan emosi hingga detik ini. Tetapi saya yakin dan percaya, belajar mengenali diri sendiri adalah perjalanan panjang yang tidak akan berakhir hingga mati. Dan, akhir-akhir ini saya mencari tahu banyak hal tentang kecerdasan emosi. Dalam proses mencari tahu ini, tentu tidak mudah. Seringkali saya merasa sangat minim, seringkali merasa tidak tahu apa-apa, seringkali mumet ketika mendalami diri sendiri semakin dalam. Tetapi ini bagian dari proses dan saya harus melewatinya.

Jawaban ini saya rangkum dari salah satu video kajian Ust. Fakhruddin Faiz. Pada intinya, ada 5 ciri kecerdasan emosi yang sudah tinggi. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, self awareness. Bahasa mudahnya adalah sadar diri. Orang yang sudah sadar diri tahu dan paham apa yang ia rasakan, mengenali emosi, dorongan jiwa, dan efeknya. Misalnya, seseorang akan bisa memprediksi, "wah, aku kalau ngobrol sama orang ini biasanya akan timbul hal-hal gak menyenangkan nih, tapi gapapa, aku bisa handle," atau, "ini kondisiku sudah ngantuk, capek, kalau aku lanjutin baca buku, nanti pasti nggak bisa memahami dengan baik," Jadi, self awareness itu nggak cuma menyadari tapi bisa memprediksi akibat dari perasaan/ emosi yang ia rasakan. 

Kedua, self regulation. Setelah seseorang mengenali emosinya, ia akan bisa mengontrol dengan baik. Selain itu, orang yang memiliki kontrol diri yang baik juga paham mana hal baik dan mana hal buruk. Mana hal yang bisa ia hindari, mana yang sebaiknya ia lakukan. Misalnya, seseorang menyadari bahwa kebiasaan scroll sosial media itu membawa dampak buruk, maka ia akan mengambil sikap atas hal itu dengan menguranginya. Contoh lain, ketika ia menyadari bahwa ia merasa marah, ia akan paham bagaimana cara mengekspresikan marahnya dengan sehat. Ia mampu mengontrol dirinya, bukan mengontrol orang lain yang menyebabkan ia marah. Hmmm. PR banget!

Ketiga, motivation. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, akan melakukan sesuatu karena dirinya sendiri, bukan karena alasan di luar dirinya. Misalnya, seseorang yang punya keinginan untuk mulai membaca buku. Ia akan melakukan itu karena ia memang merasa butuh, ia memiliki motivasi karena dirinya sendiri, bukan karena motivasi dari luar baik itu orang lain atau imbalan tertentu. "Sesuatu yang bisa kita hidupkan langsung, kita perlu pendorong yang mahal, untuk diri kita," -Ust. Fakhruddin Faiz.

Keempat, empati. Orang yang cerdas emosional itu empatinya tinggi. Empati berarti kemampuan seseorang untuk transposisi. Ia bisa merasakan kondisi orang lain sebab ia mampu memosisikan dirinya sendiri sebagai orang lain. Dengan kemampuan ini, kita bisa bertindak lebih bijaksana ketika melihat suatu kondisi orang lain. Tidak mudah menjudge, tidak mudah menyalahkan, tidak mudah menyerang, dan tidak buru-buru memberikan nasihat/ respon yang mungkin belum dibutuhkan. Empati adalah pintu pertama seseorang untuk bisa menjadi pendengar yang baik. 

Kelima, kemampuan sosial/ social skills. Kemampuan sosial ini menandakan seseorang mudah untuk diterima di lingkungan manapun, mudah bergaul, mudah beradaptasi, dan mudah menerima perubahan dalam hidupnya. Ia paham bahwa hidup dinamis, bisa berubah sewaktu-waktu, baik dari kondisi lingkungannya, orang-orang di dalamnya, dan ujian-ujiannya. Ia mampu memprediksi, mengontrol diri, dan memotivasi dirinya dalam menghadapi perubahan-perubahan itu. Dengan begitu, kita akan mudah masuk ke dalam berbagai situasi.

Saya memahami, bahwa untuk cerdas secara emosional itu perlu latihan berulang, introspeksi diri yang sehat, dan waktu yang tidak singkat. Ketika kita semakin termotivasi untuk memahami diri sendiri, itu adalah langkah yang sangat patut untuk dihargai dan dinikmati setiap prosesnya. Tidak perlu terburu-buru, lakukan langkah kecil setiap harinya. Walau terasa gagal dan gagal lagi, lakukan lagi. Karena terkadang perasaan gagal itulah yang akhirnya menghentikan seseorang untuk berhenti belajar. 

Terima kasih. Selamat membaca, dan saling mengingatkan jika ada pemahaman yang keliru.

30hbc #04

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer