Perihal Marriage is Scary

Di antara berbagai sosial media, saya paling aktif di whatsapp dan twitter. Siang ini, saya membuka twitter di sela-sela waktu jenuh melayout artikel yang seringkali ingin kumaki. Ya Allah, maaf. Akhirnya dua artikel saya kembalikan ke penulis agar diedit ulang. Teman layouter yang lain juga tampaknya mengalami hal yang sama. Kembali lagi ke twitter. Saya membukanya, dan utas paling atas terpampang pisuhan salah satu penduduk twitter tentang marriage is scary. Meskipun kepala saya sudah mumet, tangan saya tetap jail untuk klik utas itu dan menggulirkan layar membaca setiap komentar. Hadeh. Makin mumetlah saya. Terlebih topik ini jadi topik yang setiap minggu pasti diributkan di jagad twitter. Akhirnya saya menghentikan scroll

Sedetik kemudian, saya teringat salah satu penulis buku yang masuk dalam wishlist saya bulan depan (mungkin, hehe), yaitu Agus Mulyadi, Seni Memahami Kekasih. Filmnya sudah tayang di bioskop sejak lama, tetapi saya belum berkesempatan menontonnya. Saya pun berpindah ke youtube, mencari beberapa podcast yang mengundang beliau. Salah satu judul thumbnail menarik perhatian saya: Marriage is Scary itu Bener Nggak Sih? Atau Netizen pada Lebay Aja? Saya klik, dan saya tonton sampai akhir. Ternyata perpindahan saya ke youtube cukup berdampak baik. Kemumetan saya sedikit berkurang. Dalam podcast itu, terdapat obrolan ringan perihal opini-opini tentang pernikahan menurut Agus Mulyadi dan Lya Fahmi. 

Di pembahasan awal, Agus Mulyadi mengatakan bahwa menikah itu tidak semenyeramkan itu, dan tidak semenyenangkan itu. Memang banyak penderitaan-penderitaan yang akan kita hadapi, tetapi juga akan ada banyak kebaikan dan kenikmatan yang kita dapatkan. Selaras dengan ini, Lya Fahmi juga sempat menyinggung bahwa, tunggulah otakmu matang baru kamu memutuskan untuk menikah.

Dari dua hal itu, bagi saya pribadi, mariage is scary memang mungkin benar jika merujuk pada berita-berita viral, atau orang-orang di sekitar kita yang memiliki married experience kurang menyenangkan. Tetapi hal itu adalah hal yang sudah terjadi di luar kita dan tidak bisa kita kendalikan. Saya juga salah satu orang yang sempat berpikir bahwa menikah memang semenakutkan itu. Sampai saat ini pun, saya belum sepenuhnya 'matang' untuk mengatakan bahwa saya berani menikah di masa depan. Tetapi, saya rasa, kita semua berhak untuk belajar dan menciptakan kebahagiaan di masa depan, bukan? Hehe, ngomong mahh gampang, ya. 

Pada akhirnya, Agus Mulyadi mengatakan bahwa pernikahan itu ya tentang kesepakatan. Entah perdebatan apa di jagad media, standar yang berbeda-beda antar pasangan, itu tidak menjadi masalah. Misalnya, dalam hal ini Agus Mulyadi menceritakan bahwa ia dan Kalis Mardiasih, masih menerapkan split bill hingga kini. Apakah itu salah? Tentu tidak. Agus dan Kalis memiliki alasan dan pertimbangan tertentu untuk menerapkan hal itu. Kalau keduanya sepakat, ya tak apa. Tidak menjadi hal yang scary. Lalu topik lain misalkan tentang rencana resepsi. Mungkin ada orang yang berpendapat bahwa nikah KUA itu lebih afdhal. Ada pula yang berpandangan bahwa nikah kan hanya satu kali, jadi ya tidak apa-apa kalau menggelar acara besar-besaran. Apakah dari dua hal itu ada yang salah? Tidak juga. Semua bergantung kesepakatan yang menjalani. Hmm.. Benar juga, batin saya. 

Sebenarnya masih banyak lagi pembahasan yang menurut saya cukup menarik dan cukup membuat saya terhindar dari kecemasan marriage is scary. Tetapi saya tidak akan bisa menjelaskan semua isinya. Kalau teman-teman mau mengetahuinya lebih lanjut, tonton saja podcastnya di link berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=1rpofUgBAxY&t=3407s 

Selamat menonton dan selamat belajar.

#30hbc #03

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer