Ada yang Tumbang, tapi Bukan Pohon
Awal tahun, aku menghubungi teman lamaku. Aku tahu dia seorang penulis yang istiqomah, sekaligus konten kreator yang sudah sangat apik personal brandingnya. Aku menanyakannya perihal keikutsertaannya dalam challenge 30 Hari Bercerita, dan tentu saja, dia ikut. Aku cukup senang mendengarnya.
"Pak, tagih aku tiap hari, ya, aku pengen coba istiqomah nulis selama 30 hari ini," ucapku dengan yakin.
"Oke, ku tagih, kalo gak nulis, ku samperin rumahmu!" ancamnya.
Beberapa hari berjalan hingga angka ke 18 dengan tagihan-tagihan rutin dari beliau. Dan, ya, banyak bolongnya. Ditambah lagi, sejak hari ke 19 sampai 22 ini, aku malah harus staycation di rumah sakit. Ada yang tumbang, tapi bukan pohon. Entah bakteri atau virus apa yang menyerang tubuhku ini, yang jelas, aku mengakui bahwa aku kurang menjaga pola makanku. Tetapi, alhamdulillah, di hari ke 22 ini, aku sudah cukup diberi energi untuk duduk lama menatap layar dan mulai mengetik (walau masih staycation, hehe).
Perihal sakit, aku adalah orang yang panik ketika menghadapinya sendirian. Makanya, kalau sekiranya aku sudah merasa limit, aku memutuskan ke rumah sakit. Ketimbang menangani sendiri dengan pengetahuan minim, aku lebih memilih percayakan saja pada sang ahli kesehatan, di samping juga ikhtiar lewat doa. Selain itu, di rumah sakit, aku merasa mendapat semangat baru dari sesama pasien, alias, aku gak sendirian loh, biar tidak merasa paling sakit, paling sekarat, dan paling parah. Kadang, pasien-pasien lain malah ada yang menghadapi sakitnya dengan lelucon, aku jadi turut terhibur. Kadang juga, kebersamaan pasien dengan keluarganya yang turut serta menghangatkan sudut kecil hatiku. Hehe.
Waktu itu, aku pernah satu kamar dengan seorang pasien hemodialisa. Aku penasaran, apa itu hemodialisa, prosesnya seperti apa? Ternyata, dari internet, aku tahu bahwa hemodialisa adalah cuci darah. Singkatnya, darah dikeluarkan, difilter, dan dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Aku meringis membayangkannya. Pasien itu juga beberapa kali terdengar mengeluh pusing, mual, sakit badan, dan gatal-gatal. Barangkali itu adalah efek samping hemodialisa.
Di samping tempat tidur pasien itu (aku menduga dia adalah istri), seorang lelaki (dia adalah suami) dengan khusyuk menungguinya sembari menepuk-nepuk lembut lengan si istri. Menjawab segala pertanyaan random si istri. Menimpali berbagai keluhannya dengan tenang. Sudah pasti, dalam ketabahan dan ketenangan itu, si suami tak pernah putus melangitkan doa agar istrinya segera dibebaskan dari rasa sakit.
Aku kembali ke masa kini. Aku memandangi orang-orang yang tengah merubungku di ranjang rumah sakit. Mereka keluargaku, yang masih dan akan selalu menjadi tempat pulangku.
30hbc #22
Komentar
Posting Komentar