Perihal Kiciwis dan Kerupuk
Siang ini, aku kembali ke Kos Menuju Halal, kamar kedua yang telah menjadi kamar utama (sebab kamarku di rumah sedang dalam kondisi kukud). Mungkin akan dibuka kembali ketika aku, adik, dan bapakku sepakat untuk berkumpul lagi di rumah dan menetap lama.
Perihal kembalinya ke kos, aku senang, dan sekaligus banyak menemui hal-hal tak terduga yang jika aku ceritakan di sini, sebel sekaligus ngakak-nya masih berasa. Hhhh. Betapa aku tidak mindfullness hari ini. Biar aku ceritakan satu persatu.
Aku membuka pintu dan tirai. Bau debu sangat menusuk. Yah, tak heran, sebab seminggu penuh aku tidak membersihkan kamar ini. Sementara hujan, panas, lembab, kering, bergantian menerpa Purwokerto. Terlebih, kosku terletak di daerah dekat bukit, lumayan jauh dari kota, dan masih dikelilingi pepohonan rimbun. Jadi, remah-remah 'hutan' itu seringkali masih mudah masuk lewat ventilasi.
Tetapi, bukan debu-debu ini yang menjadi topik utama kali ini. Aku melihat ada garis cokelat yang tampak jelas dari belakang pintu melewati keramik kamar, naik ke tembok, dan berakhir di kusen jendela. Aku perhatikan garis itu, sedikit bengkok di beberapa bagian karna menghindari lemari dan rak buku, serta ada gerakan-gerakan kecil di sana. Benar, itu adalah barisan semut yang saaangat panjang. Aku menghela napas. Ada apa gerangan dengan semut-semut ini? Apa yang mereka cari di kamarku? Padahal aku tak punya makanan dan tak meninggalkan sampah makanan. Karena aku manusia yang tidak berperikesemutan, aku memutuskan mengusir mereka demi kesejahteraan kulitku :') Biarlah mereka mencari jalan lain, asal tidak melewati tempatku menikmati kesendirian. Huft.
Urusan semut sudah selesai. Kini, aku mulai menata kasur, pakaian, dan beberapa barang yang belum aku keluarkan dari ransel. Kebetulan, bibiku sedang ada di kosku. Dan keributan mulai muncul ketika bibi akan pulang. Kunci motor! Argh. Lagi-lagi, otak dengan ingatan pendek ini kebingungan mengingat di mana meletakkan kunci motor. Masalahnya, yang membuat frustrasi adalah, betapa sulitnya menemukan sebuah benda di kamar sekecil ini. Pencarian kunci motor melibatkan aku, bibi, dan temanku. Tak cukup itu, Mbah Solimah, pemilik kos, turut membantu mencari sampai ke tempat sampah karna ada dugaan terbuang di tong sampah. Yassalaam..
Aku ingat ketika pertama masuk kos memang kesadaranku langsung tersita oleh kondisi kamar. Sehingga aku tidak menyadari tanganku ketika melepaskan kunci motor. Yang aku lakukan adalah langsung membuka jendela, mencari sapu kasur, menata pakaian, dan yah, kunci dilepas entah di mana. Pelajaran berharga: harus mindfullness! Mbok yo dipikir siji-siji ngono lho.
Setelah melewati keributan ini, aku dan bibi membuka bawah kasur sekali lagi. Terdengar suara klunting (tapi bukan notif dana/ m-banking wkwk), melainkan suara kunci motor. Benar saja, benda itu terselip di antara kasur dan sprei. Kami menghela napas dan mengucap syukur seolah menemukan harta karun. Dengan begitu, bibi bisa pulang walau dengan kondisi sedikit badmood. Mohon maafkan aku, bi. Hehehe.
Kunci motor solved. Jam menunjukkan pukul 17.25 WIB. Aku bergegas keluar mencari bahan makanan untuk berbuka. Aku mendatangi warung sayur, membeli sebungkus kiciwis, kerupuk, dan bumbu-bumbu. "Totalnya 7000, mbak," ucap ibu warung. Aku pun memberikan uang 10 ribuan dan kembali 3ribu. Lucunya, setelah aku pulang ke kos dan bersiap memasak, kiciwis itu tak ada di dalam keresek. Aku pun sempat bingung dan mengeluh ala ala bocah kelaparan yang malas kembali lagi ke warung. Tetapi akhirnya aku kembali ke sana, dan benar saja, sebungkus kiciwis itu masih ada di sana.
"Bu, maaf, ini kayanya sayur saya ketinggalan bu, tadi belum masuk plastik,"
"Oh, iya ini mba,"
Dengan wajah tanpa dosa, aku mengambil bungkusan itu. Setibanya di kos, aku mengingat dan menghitung lagi. 7000. Sepertinya itu hanya terpakai untuk kerupuk dan bumbu-bumbu. Sial. Ternyata sayur itu memang belum masuk dalam hitungan ibu warung. Yassalaaam.. Malu sekali aku. Akhirnya aku bergegas kembali lagi ke sana (ketiga kalinya), dengan senyum malu-malu monyet, nyengir kuda, aku menyapa ibu warung.
"Bu, maaf, kayanya tadi sayurnya belum terhitung bu, baru kerupuk dan bumbunya," ucapku.
"Lha iya mbak, tadi saya mau bilang tapi sampeyan sudah pergi," jawab ibu warung sambil tersenyum. Aku semakin malu.
"Hehehe, maaf, bu, saya kira sudah masuk hitungan tadi, berapa bu harganya?"
"Nggapapa mbak, 2000 saja kok,"
Aku langsung memberikan uang 2000 itu dan berterima kasih. Jawaban ibu warung yang paling menyentuhku adalah ketika beliau berterima kasih dan mendoakanku agar sehat selalu. Yassalaam... Bu, yang harusnya makasih itu aku, dan aku yang salah, aku yang kurang teliti, tetapi aku yang mendapat doa-doa baik. :') Masyaallaah..
Dari beberapa kejadian ini, aku menyadari aku masih sangat jauh dari mindfullness. Kadang, raga di mana, pikiran di mana. Banyak hal yang masuk ke dalam memori jangka pendek, terlalu pendek, bahkan tidak masuk memori sama sekali, seperti sesederhana meletakkan kunci motor. Lalu perihal sayur, aku juga menyadari aku manusia yang impulsif, kurang teliti, dan seringkali mengabaikan hal-hal kecil yang ternyata penting. Misalnya (belum aku ceritakan tadi), kerupuk yang aku beli ternyata sudah tidak bisa dimakan. Aku kurang memperhatikan kualitas sesuatu yang akan aku beli. Aku hanya melihat sekilas, meraba (apakah masih renyah), tapi lupa menanyakan apakah ini stok baru/ lama. Dan ini, butuh banget mindfullness. Menyadari kalau aku lagi di warung, ya pikiranku di warung harusnya, bukan malah mikirin cover buku yang belum rampung digarap. Menyadari kalau aku lagi di jalan, ya pikiranku juga di jalan, bukan malah mikirin rangkaian skripsi yang masih menggantung. Hehe.
Ini baru perihal kiciwis dan kerupuk, belum hal lain. Haduh. Semoga, dari sini aku belajar lagi, bahwa hal-hal kecil yang sering luput, ternyata penting juga untuk diperhatikan. Semangat untuk refleksi setiap harinya dan belajar dari setiap peristiwa. 30hbc hari ini lumayan panjang, terima kasih sudah membaca hingga akhir.
#30hbc #02
Ditunggu cerita selanjutnyaaa
BalasHapus