Kan Terus Kutulis, Sampai Rindu Ini Habis

Selamat malam, kamu, yang pernah singgah dalam waktu singkat, dan meninggalkan jejak sebegitu kuat. Tahukah? Tulisan-tulisanku di sini, lahir karena memori-memori tentang kamu terus menerus datang. Tulisan-tulisan yang berisi jawaban dari kehampaan, kebingungan, dan kebimbangan, lalu pada akhirnya mendatangkan penerimaan. 

Aku harap suatu saat kamu membaca ini. Walau sebenarnya tulisan ini untuk diriku sendiri. Untukku, yang seringkali masih terkungkung dalam rasa sepi. Untukku, yang hampir mengikuti kata pikiran: menghubungimu kembali. Untukku, yang nyaris menyesali apa yang telah aku pilih: melepaskan diri dari segala harapan yang kamu berikan. Untukku, yang di dalam lubuk hatinya, masih ada namamu. 

Kamu baik, kan? Aku juga baik-baik saja. Aku membaca cerita di media sosial kamu. Kalimatnya kalau tidak salah, perihal, betapa mahalnya suatu pertemuan dua insan yang Allah atur, bukan untuk 'bersama' tapi untuk saling memberi pelajaran. Mungkin itu ya, intinya. Aku akui, pertemuan denganmu adalah pertemuan paling tidak masuk akal bagiku. Walau, ketika aku mengingat-ingat lagi, ada sedikit penyesalan karena aku menyadari bahwa aku mungkin hanya menempati sudut kecil hatimu, sementara sisanya, masih berisi orang-orang di masa lalumu. Aku pun sebenarnya membenci pikiranku yang seperti ini. Tetapi aku tidak bisa bohong bahwa aku, kecewa atas itu.

Tapi lagi-lagi aku ingat kata-katamu sehari sebelum kita memutuskan menjalani hidup masing-masing. Kamu belum siap, maka kamu harus manut aturan-Nya. Bagiku yang 'minim' sekali perihal agama, pernyataan ini sedikit asing bagiku. Tetapi semakin ke sini, aku paham bahwa kamu hanya ingin menjaga kita agar tidak menyalahi Allah. Agar cinta yang kita bangun, tetap dalam penjagaan Allah. Tidak tercampuri oleh perilaku-perilaku yang menodai cinta itu sendiri. Aku, berusaha untuk memahami ini dengan baik. Sampai detik ini.

Terlepas dari itu, aku juga sempat marah dan bingung, ketika kamu sudah menyatakan untuk mengakhiri, ternyata kamu masih memberiku harapan. Jujur, itu sangat membahagiakan perasaanku. Aku merasa kamu masih di sini. Kamu tidak ke mana-mana. Tapi, di sisi lain, aku juga bingung, mengapa rasanya tetap ada yang salah? Mengapa rasanya tetap ada hal yang keliru, dan, aku kembali di pola sebelumnya, di mana aku menjadi pihak yang ditinggalkan, lalu masih diberi harapan, tetapi, aku nggak tahu harapan itu wujudnya seperti apa? Apa yang bisa aku pegang dari harapan itu? Pada akhirnya, walau harapan itu begitu membahagiakan, ada sisi lain diriku yang mengatakan bahwa ini tidak adil bagiku. Aku membenci ketidak-konsistenan.

Tetapi,untungnya, dunia masih berputar~ dan aku tidak pernah menyesal untuk bertemu dengan manusia seperti kamu. Aku menyadari, aku pernah jatuh cinta pada hal-hal kecil yang ada pada dirimu. Pada warna biru yang sangat kamu sukai, pada teh hijau yang jadi favoritmu, pada catatan-catatan kecil dan garis-garis rapi yang menandai bagian terpenting dalam buku yang kamu baca, pada gelang-gelang lucu yang kamu berikan padaku, pada wangi kesukaanmu yang jadi wangi kesukaanku juga, pada caramu melipat mantel (hehe), pada caramu membaca tulisan-tulisanmu dalam bahasa asing yang aku tidak tahu artinya apa, pada karya-karyamu, dan semua yang aku tahu tentangmu.

Aku mengerti, kita dipertemukan, untuk saling memberi pelajaran berharga. 

Lewat kamu, aku belajar bahwa aku perlu mencintai diriku sendiri lebih dari siapapun. 

Lewat kamu, aku belajar mencintai tanpa membersamai.

Lewat kamu, aku belajar banyak perihal memaafkan segala kekecewaan.

Lewat kamu, aku belajar untuk berdamai dengan masa lalu.

Lewat kamu, aku belajar bahwa sebaik-baik tempat kembali adalah Allah. 

Lewat kamu, aku belajar cara menyampaikan rindu paling mulia adalah lewat Fatihah.

Lewat kamu, mencintaimu bukan lagi bertujuan untuk bersamamu, tetapi melanjutkan hidup dengan sukacita, dan menyembuhkan luka sampai tak bersisa.

Aku pastikan, aku akan hidup bahagia. ☺

Kan terus kutulis, sampai rindu ini habis.

Komentar

Postingan Populer