Mendikte Otak dan Hati

Kalau sekarang ditanya apa yang sedang aku perjuangkan? Jawabannya adalah diriku sendiri. Bagaimana tidak? Selama ini, bukannya memperjuangkan diri sendiri, aku justru malah menunggu dan berharap ada orang yang benar-benar memperjuangkan diriku. Bagiku sekarang, itu hal yang sangat tidak realistis. Kisah cinta tidak seindah di webtoon dan drama korea ya, Ci. Sadar. Sadar. Woi sadar!

Kamu bukan IU yang dikejar sama tokoh dari komik buatan ayahnya dan sebegitu bucinnya sampai-sampai rela bolak-balik dua dunia dan bahkan mengorbankan nyawa. Kamu juga bukan dokter cantik Kang Mo Yeon yang bertemu secara tidak sengaja dengan Kapten Yoo Si Jin dan dia sebegitu bucinnya juga sampai rela jungkir balik agar bisa bersama. Lah, aku siapa? Ya Suci, lah. Iya, aku memang bukan tokoh di drama korea, dan kisah cintaku juga tidak akan sebegitu indahnya. Makanya, alih-alih aku menunggu seseorang untuk memperjuangkan diriku, bukankah mending aku menikmati hidup dan memperjuangkan diri sendiri saja dulu?

Memperjuangkan diri sendiri itu maksudnya gimana sih? Hmm.. Jujur aku juga masih bingung sih, berasa pahlawan banget ya kesannya. Tapi ya memang. Kita itu pahlawan untuk diri kita sendiri. Kalau kata chatgpt, sih, begini:

Memperjuangkan diri sendiri itu kayak akhirnya sadar kalau kita juga layak diperjuangkan, bukan cuma sibuk ngurusin orang lain atau nurutin ekspektasi mereka. Kadang kita terlalu keras sama diri sendiri, ngerasa harus selalu kuat, harus selalu bermanfaat buat orang lain, padahal kita juga butuh istirahat, butuh dihargai, dan punya hak buat ngejar hal-hal yang bikin kita bahagia. Misalnya, kalau ada lingkungan atau orang yang bikin kita ngerasa nggak dihargai atau malah nyedot energi terus, kita punya hak buat menjauh. Bukan karena egois, tapi karena kita tahu batas kita sendiri.  

Terus, memperjuangkan diri juga berarti ngelakuin hal-hal yang sesuai sama hati kita, bukan cuma buat nyenengin orang lain. Kalau misalnya kamu punya impian atau sesuatu yang kamu pengen banget lakukan, ya gas aja, jangan terlalu mikirin "apa kata orang." Soalnya, kalau kita terus-terusan takut dinilai, ujung-ujungnya kita malah jauh dari diri sendiri. Nggak apa-apa juga buat bilang "nggak" kalau ada hal yang nggak sesuai sama kamu, daripada maksain terus dan akhirnya capek sendiri. Yang penting, kita belajar buat lebih menerima dan menghargai diri sendiri, tanpa perlu nunggu validasi dari orang lain.

Begitu katanya. Wah, AI aja paham betul yak perihal memperjuangkan diri sendiri. Mungkin begitu ya, gambarannya. Kalau aku refleksikan ke diri sendiri sih, wah, memang gawat darurat kondisiku. Bener-bener masih jauh banget dari kata memperjuangkan diri sendiri. Selama ini, yang aku pikirkan adalah "bagaimana orang lain", "ngikut orang lain", "gapapain semua keadaan walau aku nggak nyaman", bahkan aku punya slogan "belajarlah lagi untuk berdamai dengan ketidaknyamanan". Ya, ya, ada benernya, sih. Tapi ini kalau dibaca sama Mbak Nurul, jelas aku dimaki-maki. Hehe. Maksudnya, mungkin, kadang kita emang perlu berdamai, tapi, sebelum itu, kita juga berhak untuk menyampaikan ketidaknyamanan kita dulu gitu loh. Jangan langsung "iya gapapa", "yaudah deh gapapa", "iya aku mengerti", " ayok ayok" aja padahal sebenernya aku nggak mau, dan sebagainya. Kalo gitu, ya, bener aja kalau akhirnya aku yang kalah! Di depan orang lain menerima dan meng-gapapakan keadaan, tapi di balik pintu kamar  huhu huhu sendirian. Busetdah. Ironman lu, Ci? Pengen selalu nyenengin semua orang lu? Ngapain? 

Bagiku, memang ada rasa bangganya sih kalau aku bisa menyenangkan orang lain, ibaratnya, itu hal yang bisa bikin aku merasa hidup juga. Tapi, ternyata aku juga harus punya batas agar orang lain tidak memperlakukan aku seperti benda tak berperasaan. Aku ini selain gampang mencintai, juga gampang patah hati. Udah gitu, gampang juga untuk meng-gapapakan hal yang menurut aku menyakitkan. Hiks. Kasian banget. 

Tapi, tidak apa-apa. Ini juga bagian dari proses belajarku. Aku perlu banyak latihan untuk tidak merasa bersalah ketika menolak dan membuat keputusan yang baik untuk diriku sendiri. 
 
Ya Allah, aku yakin, selagi aku masih diberi napas, itu artinya Engkau masih memberiku kesempatan untuk belajar. Dan aku tidak akan kembali ke pola yang sama seperti sebelum-sebelumnya. In Syaa Allah..

"Untuk akhirnya bisa berada di titik ini, itu nggak mudah, Ci, jadi, jangan hancurkan langkahmu dengan kembali ke titik awal hanya karena kamu merasa sendirian dan rindu dengan hal-hal yang ada di masa lalu."

Sekian,
salam olahraga!

Komentar

Postingan Populer