Sekolah Literasi Subuh
Pernahkah kamu tiba-tiba grogi ketika teringat ada suatu tanggungjawab yang rasanya begitu menakutkan untuk dilakukan? Perut tiba-tiba mulas dan berasa keringetan bahkan pusing tujuh keliling? Hehe lebay ya. Begitulah yang semalam aku rasakan ketika sedang di warung mie pedas paling ramai se-antero Indonesia (mungkin). Padahal aku memesan level 0, tanpa cabai sama sekali. Sedang enak-enaknya makan, notif di aplikasi hijau membuat salah satu temanku terpekik: pengumuman jadwal kuliah subuh. Ternyata aku mendapat jadwal mengisi kuliah subuh esok hari di mushola dekat kosku. Disclaimer, komunitas kami memang rutin setiap ramadhan melakukan kegiatan bareng warga seperti tarawih, tadarus, dan kuliah subuh yang dijadwal bergilir. Masing-masing relawan biasanya kebagian jadwal 2 kali. Tahun ini adalah tahun ke 4 aku ramadhan di kos, dengan tarawih-tadarus yang (sangat) bolong-bolong (hiks), dan kuliah subuh yang selalu menjadi pemicu cemas sejak dulu. Wkwkwk.
Malam itu, setelah selesai makan, aku mulai mecari ide materi apa yang akan aku sampaikan (busetdah, minim ilmu begini bikin jiper sekali ya). Jariku mengetikkan berbagai kata kunci seperti kuliah subuh, kultum subuh, khotbah subuh, kultum subuh NU Online, dan contoh khotbah Jumat. Hahah. Ngakak sekali. Nggak deng, yang terakhir becanda. Ya, intinya begitulah.
Sampai pulang ke kos pun aku masih kepikiran, hingga rasa mulas sudah hilang. Ditambah beberapa hari ini aku harus berdiskusi serius dengan diri sendiri karena suatu hal. Kadang antara otak dan hati itu seneng ribut, untuk mengontrol mereka itu harus melalui proses bete, demotivated, dan nangis-nangis jelek di kamar. Tak hanya itu, fisik juga terpengaruh. Lemas, lesu, lunglai, tidak bisa tidur, bahkan kebanyakan tidur juga, tiap bangun nggak fresh. Kerjaan numpuk, kamar tak terurus, ngerank kalah terus. Lengkap sudah. Tapi berkat temanku yang bilang, "Lakuin apa aja we mbak, di kamar, asal jangan diem," akhirnya aku berhasil keluar dari lingkaran syaithan itu dan menghasilkan sebuah lukisan otentik dari otakku sendiri tanpa referensi. Wkwkwk.
Kembali ke perkara kuliah subuh ini, aku masih buntu. Kosong banget pokoknya. Kayak, jiwa ini tuh belum pulih seutuhnya (aseek). Sampai akhirnya aku melirik ke rak buku. Mataku tertuju pada salah satu buku berwarna oranye, pemberian dosen pembimbing skripsiku yang belum aku baca. Judulnya Seni Merayu Tuhan, karya Habib Ja'far Al-Hadar. Tak perlu pikir panjang, aku meraihnya dan membuka memindai. Satu topik yang cukup menarik bagiku ialah "Merayu Tuhan dengan Senyum." Waduh. Senyum. Untuk merayu Tuhan. Menarik sekali.
Setelah aku baca bab itu, aku langsung memutuskan materi inilah yang akan aku bagikan untuk kuliah subuh di esok hari. Rasanya, topiknya sangat sederhana tetapi...seringkali terlupakan (olehku sendiri tentu saja, terlebih beberapa temanku mengatakan aku si wajah judes yang jarang senyum apalagi kalau lagi ngejar dunia banget. Astaghfirullah.)
Singkatnya, aku dengan percaya diri (degdegan dikit sih) mengganti istilah kuliah subuh saat itu dengan istilah Sekolah Literasi Subuh. Ya, karena aku bawa buku, persis kayak lagi sekolah literasi relawan di Rumah Kreatif Wadas Kelir. Jamaah mushola sedikit terkikik mendengarnya tapi aku senang. Rasanya, kuliah subuh kali ini adalah kuliah subuh paling lancar, tidak terbata-bata, dan durasinya paling lama dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun sebelum-sebelumnya untuk pembukaan saja aku sudah nge-blank, lupa materi, dan durasinya tak lebih dari 5 menit. Selain itu, dari dua jadwal yang ditentukan, biasanya jadwal kedua aku selalu "kabur" dengan alasan pulang kampung wkwkwkwk. Ya Allaah.. maafkan daku. Tahun ini in syaa Allah akan lengkap.
Dari pengalaman kali ini, rasanya aku patut untuk menghargai diriku sendiri. Walau perlu melalui 3 ramadhan dulu aku baru improve, tak apa. Materi ini jadi pengingatku sendiri bahwa hal-hal kecil seperti senyum ternyata berdampak sangat besar, bahkan bisa untuk merayu Tuhan. Keren banget kan? Sekarang, aku kalau bercermin selalu tersenyum. Walau senyum sendiri, tapi senyum sendiri ini bukan karena gila kok wkwkwk tapi lebih cenderung pada latihan. Latihan nyaman memandang wajah sendiri bagaimanapun rupanya, latihan lebih menyayangi seseorang yang muncul di pantulannya, latihan meningkatkan mood yang positif di kala pikiran berkecamuk, latihan berdialog lebih lembut dengan diri sendiri, dan latihan untuk lebih banyak senyum pada orang lain juga (bahkan pada orang yang menyakiti kita sekalipun, atau yang kita sebal wkwkwk). Tapi, ini juga proses yang tidak instan. Pelan-pelan, ya.
Siapapun yang bertemu denganku dan aku cemberut judes, ingatkan aku, ya. Love u.
Mantapp, ayo semangat ngerank ciw
BalasHapus