Lodeh Labu Siam dan Malam Takbir

Kalau ditanya scene apa yang sampai sekarang masih kuingat dalam film "1 Kakak 7 Ponakan" adalah adegan ketika Moko berdialog dengan Ais. Saat itu, Ais bertanya pada Moko sembari membuatkan pop ice untuk Moko. Kalimatnya kurang lebih begini: "Pernah nggak sih, Kak Moko melakukan sesuatu supaya Kakak merasa dekat sama seseorang yang Kak Moko sayang?" Awalnya, aku benar-benar tidak berekspektasi bahwa suatu tindakan yang dilakukan seseorang, ternyata bisa membuat dirinya merasa terhubung dengan orang lain, dalam konteks ini bisa untuk orang yang masih hidup (tetapi jauh), atau orang yang sudah tiada (meninggal dunia). Tetapi, setelah refleksi ke diriku sendiri, ternyata hal itu memang benar dan aku sendiri telah melakukan itu (tanpa aku sadari).

Di dalam film itu, diceritakan tersirat Moko ini mengalami saviour complex atau sindrom kepahlawanan sehingga dia seakan-akan ingin menjadi pelindung bagi keluarganya sepeninggal kakak-kakaknya. Mungkin teman-teman bisa membaca lebih detail tentang saviour complex di sini. Lalu, apa hubungannya saviour complex yang dialami oleh Moko dengan dialog Moko dan Ais di atas? Singkatnya, Moko pada akhirnya mengambil peran sebagai pengganti kakak-kakaknya dan selalu berusaha melindungi keluarganya, karena Moko rindu, sangat amat rindu, dengan mendiang kakak-kakaknya. Jadi, setiap kali Moko melakukan sesuatu untuk keluarganya dengan meniru apa yang telah dilakukan mendiang kakak-kakaknya, Moko merasa bahwa ia masih terhubung dengan mereka yang telah meninggal dunia. Sampai sini, poinnya dapet, kan?

Di hari terakhir puasa ramadhan kali ini, aku memasak lodeh labu siam untuk menu buka puasa. Mungkin terdengar biasa, ya? Sebenarnya, aku kurang suka dengan labu siam, bahkan sayur-sayuran lain seperti terong, oyong, atau.. jantung pisang? Sejak dulu, ibuku paham betul kalau aku tidak suka sayuran-sayuran itu. Maka, ibuku membuat alternatif lain: memasaknya dengan santan, bukan ditumis. Nah, termasuk labu siam ini. Sejak itulah, semua sayur yang tidak aku suka itu akhirnya bisa kumakan jika dimasak dengan santan alias dibikin lodeh. Hehe. Dari semua jenis lodeh, aku paling suka lodeh labu siam. Setiap aku memasak menu ini, mulai dari menyiapkan bumbu-bumbu, nguleg, mengiris-iris labu, menumis bumbu, hingga matang dan memakannya, aku merasa.....terhubung dengan ibuku. Mungkin aneh ya, tapi benar-benar begitu yang aku rasa. Mungkin teman-teman juga punya pengalaman seperti ini? Aku sangat ingin mendengarnya dan membacanya. Jika berkenan, teman-teman boleh bercerita di kolom komentar.

Anyway, tidak terasa ya, tigapuluh hari berlalu. Aku tidak akan mengatakan bahwa kita harus bersyukur. Aku yakin tiap-tiap dari kita sudah punya rasa syukur itu. Aku lebih ingin mengatakan begini. 

Padamu, yang malam ini tidak bersama keluarga karena tidak bisa pulang kampung, tetaplah berhari raya. Tetaplah merdeka dari rasa sepi di kota seberang.
Padamu, yang bisa pulang tetapi seakan-akan ingin cepat pergi lagi, tetaplah berhari raya. Tetaplah merdeka dari rasa tak nyaman di dalam rumah.
Padamu, yang bersedih hati ditinggalkan oleh bulan suci, tetaplah berhari raya. Tetaplah merdeka dari rasa takut tak dapat jumpa dia kembali.
Padamu, yang.... hari rayanya berbeda, yang kosong, yang bingung, tidak bahagia, tidak sedih, seolah tidak......tidak meraskaan apa-apa, tetaplah berhari raya. Tetaplah merdeka dari rasa duka yang membuat lebaranmu terasa hampa. Tak apa. Sungguh tak apa. Hasbunallaah wa ni'mal wakiil. Ni'mal maulaa wani'mannashiir.. Semoga kita berjumpa lagi tahun depan. Aamiin..

Komentar

Postingan Populer