LOST
Guratan senja di wajahnya tak lagi dapat kutatap. Lembut belainya ketika aku dan adikku sakit, tak lagi dapat kurasa. Suara lantangnya ketika aku dan adikku tak mau makan, tak lagi kudengar. Hampir putus rangkaian asa yang dulu kita rajut. Ketika menyadari jiwa dan raganya telah Allah pisahkan. Nyaris tenggelam hati ini akibat derasnya kesedihan yang membanjiri rongga dadaku
Sesak..
Terlebih saat kulihat di sana.. Tepat di depan pintu, tubuh lemah bocah usia 12 tahun sedang ditopang oleh gurunya, berusaha tetap berdiri melihat ibunya telah tiada. Tangisnya tanpa suara. Langsung kupeluk tubuh yang sama besarnya dengan diriku meski usia kami terpaut cukup jauh, aku berusaha untuk menyalurkan sisa-sisa asa yang hampir lenyap. Berusaha menyakinkan diriku sendiri dan adikku, bahwa takdir Allah pastilah terbaik untuk hamba-Nya.
Sudah.
aku pikir sudah cukup. Allah tak menyukai hamba-Nya yang berlarut dalam bersedih. adikku harus tersenyum! maka aku harus tersenyum juga.
lalu..
Bapak..
Yang sedari awal tiada mengeluarkan air matanya sedikitpun, tak kusadari telah merengkuh aku dan adikku. Dengan tangisnya yang akhirnya tak lagi terbendung. Merintih, menahan pedih dan kehilangan yang amat sangat.
Ternyata belum cukup.
Sedihku berlanjut lagi beberapa detik. Terisak kembali bersama bapak dan adikku.
Aku waktu itu berfikir kalau ibu melihatnya, dia pasti akan turut menangis bersama kami. Turut bersedih atas perpisahan ini. Tapi tidak begitu kan? Ibu justru sudah tenang bersama Allah. Allah cabut rasa sakitnya. Allah sudahi penderitaannya. Allah bebaskan ibu dari kanker yang menguras energi dan tenaganya dalam hitungan bulan. Allah sangat menyayangi ibuku!
Kalau dipikir lagi dengan hati jernih, Allah sebenarnya menitipkan banyak sekali hikmah yang bisa kami ambil.
Allah mengajarkan bagaimana mengikhlaskan sesuatu yang amat kita sayangi untuk pergi selama-lamanya.
Allah mengajarkan bahwa semua makhluk pastilah akan mati.
Allah mendewasakan aku dan adikku melalui kepedihan dan kehilangan seorang ibu.
Allah mengajarkan aku dan adikku untuk tumbuh mandiri tanpa suapan ibu lagi.
dan, Allah sedang meminta kami untuk tetap berjalan ke depan, tetap berusaha atas segala kesulitan yang menghadang. aku harus melanjutkan studiku, adikku harus lanjut sekolah, dan bapakku harus berjuang seorang diri mencari nafkah tanpa didampingi ibu.
Semuanya hanya perihal waktu. Ibuku sudah mencapai batas waktu yang telah Allah tentukan. Kini aku, adikku, dan bapakku, serta kita semua, yang masih berjalan diatas putaran jarum jam. berjalan mengikuti arah putarnya, tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap hari, hingga nanti akan menemui titik henti yang kita tak pernah tahu kapan akan tiba. Yang pasti, semoga kita berhenti dengan keadaan sedang mengingat Allah, selalu mengingat Allah, sehingga nanti tak malu bertemu Allah dan Rasulnya di akhirat kelak.
Perpisahan pastilah ada, sebab ada pertemuan.
Dan akhir tulisan ini pun pasti ada, sebab ada secarik awal yang aku torehkan di atas sana.
Sampai sinilah, aku berjalan. Mari lanjutkan bersama-sama, dengan penuh perjuangan dan kesabaran!
( Tulisan ini ditujukan untuk diriku yang keras, diriku yang nyaris putus asa, diriku yang egois, dan diriku yang cengeng ketika ibu menghadap Allah. )
Banyumas, 4 Maret 2019
Sesak..
Terlebih saat kulihat di sana.. Tepat di depan pintu, tubuh lemah bocah usia 12 tahun sedang ditopang oleh gurunya, berusaha tetap berdiri melihat ibunya telah tiada. Tangisnya tanpa suara. Langsung kupeluk tubuh yang sama besarnya dengan diriku meski usia kami terpaut cukup jauh, aku berusaha untuk menyalurkan sisa-sisa asa yang hampir lenyap. Berusaha menyakinkan diriku sendiri dan adikku, bahwa takdir Allah pastilah terbaik untuk hamba-Nya.
Sudah.
aku pikir sudah cukup. Allah tak menyukai hamba-Nya yang berlarut dalam bersedih. adikku harus tersenyum! maka aku harus tersenyum juga.
lalu..
Bapak..
Yang sedari awal tiada mengeluarkan air matanya sedikitpun, tak kusadari telah merengkuh aku dan adikku. Dengan tangisnya yang akhirnya tak lagi terbendung. Merintih, menahan pedih dan kehilangan yang amat sangat.
Ternyata belum cukup.
Sedihku berlanjut lagi beberapa detik. Terisak kembali bersama bapak dan adikku.
Aku waktu itu berfikir kalau ibu melihatnya, dia pasti akan turut menangis bersama kami. Turut bersedih atas perpisahan ini. Tapi tidak begitu kan? Ibu justru sudah tenang bersama Allah. Allah cabut rasa sakitnya. Allah sudahi penderitaannya. Allah bebaskan ibu dari kanker yang menguras energi dan tenaganya dalam hitungan bulan. Allah sangat menyayangi ibuku!
Kalau dipikir lagi dengan hati jernih, Allah sebenarnya menitipkan banyak sekali hikmah yang bisa kami ambil.
Allah mengajarkan bagaimana mengikhlaskan sesuatu yang amat kita sayangi untuk pergi selama-lamanya.
Allah mengajarkan bahwa semua makhluk pastilah akan mati.
Allah mendewasakan aku dan adikku melalui kepedihan dan kehilangan seorang ibu.
Allah mengajarkan aku dan adikku untuk tumbuh mandiri tanpa suapan ibu lagi.
dan, Allah sedang meminta kami untuk tetap berjalan ke depan, tetap berusaha atas segala kesulitan yang menghadang. aku harus melanjutkan studiku, adikku harus lanjut sekolah, dan bapakku harus berjuang seorang diri mencari nafkah tanpa didampingi ibu.
Semuanya hanya perihal waktu. Ibuku sudah mencapai batas waktu yang telah Allah tentukan. Kini aku, adikku, dan bapakku, serta kita semua, yang masih berjalan diatas putaran jarum jam. berjalan mengikuti arah putarnya, tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap hari, hingga nanti akan menemui titik henti yang kita tak pernah tahu kapan akan tiba. Yang pasti, semoga kita berhenti dengan keadaan sedang mengingat Allah, selalu mengingat Allah, sehingga nanti tak malu bertemu Allah dan Rasulnya di akhirat kelak.
Perpisahan pastilah ada, sebab ada pertemuan.
Dan akhir tulisan ini pun pasti ada, sebab ada secarik awal yang aku torehkan di atas sana.
Sampai sinilah, aku berjalan. Mari lanjutkan bersama-sama, dengan penuh perjuangan dan kesabaran!
( Tulisan ini ditujukan untuk diriku yang keras, diriku yang nyaris putus asa, diriku yang egois, dan diriku yang cengeng ketika ibu menghadap Allah. )
Banyumas, 4 Maret 2019
🙏
BalasHapusAku bukan siapa siapa ..tapi aku selalu ada untukmu 🙏🙏 terus semangat menggapai cita dan buatlah ibumu bangga 🙏🙏
BalasHapus