Leli Nurul Aliyah
Saat itu, di ruang kursus bahasa, tahun 2020. Aku mengenal Mbak Nurul ini saat kita duduk bersebelahan (atau dia di depanku ya?) Ah. Aku pengingat yang cukup buruk. Aku lupa bagaimana pertama kali kita kenal. Apakah kamu yang menyapaku lebih dulu, atau aku yang menanyakan namanya. Yang aku ingat, Mbak Nurul ini lahir di tahun di mana peristiwa besar terjadi (dia menyebutnya begitu). Dia suka topik-topik politik, suka mencari tahu dan belajar hal baru, bisa segala hal. Genteng bolong? Bisa. Keran bocor? eazyyy. Toren bermasalah? Ah, oke. Nyawah? Ahlinya. Momong anak-anak lucu? Yah, tentu saja. Dia juga diam-diam suka membaca buku, baca gepeng, dan tentu saja, fan girling (kalau ini terang-terangan sih). Seringkali kita kyaaa kyaaa kalau lagi bahas Freya. Tapi aku nggak paham kalau kamu, Ira, dan Arum bahas-bahas gepeng atau drama yang tidak aku tonton. Biasanya kita nyambung kalau lagi memaki-maki rezim dan bahas tentang isu mental.☺
Jujur, awal kita kenal justru nggak begitu aku ingat, tapi akhir-akhir ini aku menyadari kalau.. wejangan-wejanganmu memang banyak benernya (walau kadang aku merasa terlalu kejam, ternyata bukan kejam, aku saja yang belum pernah berpikir sampai ke sana dan kurang mencintai diriku sendiri). Yah, kalau sudah jauh memang biasanya begitu, baru kerasa kehilangannya. Cih. -_-
Mbak Nurul selalu jadi orang yang paling getol ngajak main (padahal temen-temennya ini orang rumahan kabeh, harus nunggu dipungut dulu biar bisa keluar main). Yang bikin kaget, kadang tiba-tiba, "Yuk Ci, Ir, Jogja, minggu depan berangkat ya,", atau "Aku lagi di Karimun, nih," atau "Yuk Ci, Dieng," atau "Yuk Ci, Gunung Kidul, weekend ini berangkat," atau "Yuk Ci, ke rumah Mama," 😊 Kadang greget pengen misuh, tapi itulah ciri khasnya, gak suka babibu basa basi busuk yang nggak ada realisasinya. Kamu adalah orang yang nggak main-main dalam berelasi.
Mbak, mungkin aku kurang banyak mengenalmu, tapi izinkan aku mengucapkan terima kasih dengan baik. Aku tahu tulisan ini mungkin menggelikan kalau dibaca, mengingat hubungan kita berempat di Iark yang cenderung plas plos was wes wos tidak menye-menye. Tapi makhluk melankolis sepertiku harus banget menuliskan ini sebagai bentuk kecil rasa bersyukurku dikenalkan denganmu (alahh pret wkw), sekaligus pengganti karna aku tidak bisa menemuimu terakhir kalinya di Indo. Yah, memang tidak dengan ucapan, apalagi di telepon, aduh, aku sebenarnya anti telepon (kecuali urgent)! Kalau tulisan kan, bisa dibaca selamanya, kalau lupa pun, masih bisa dibaca lagi. Hehehe, (alasan, sebenarnya aku gengsi dan agak buruk dalam komunikasi dari hati ke hati secara langsung, kamu pasti paham itu).
Tapi serius. Kalau dipikir-pikir, kamu itu kayak Im Yoona, galak-galak dingin tapi aslinya sangat peduli. Kamu dengerin aku ketika aku menyalahkan diri sendiri tahun lalu (walau aku yakin pasti gregetan sekali) dan mengiyakan ajakanku ke laut tanpa babibu, kamu marahin aku karna berani-beraninya ketemu orang baru sendirian sampai aku harus klarifikasi di pesan pribadi, kamu juga yang pulang-pulang dari Dieng ngomel karna aku susah ngomong kebutuhanku disaat yang genting, kamu yang ikut kesel dengerin aku yang super people pleaser, dan kamu juga yang selalu berusaha tepuk tangan ketika pertama kali aku berani berkata tidak + tidak merasa bersalah. Dulu, banyak yang aku rasa kita nggak sepemikiran. Tapi, ya, gapapa si. Kan nggak harus wkwkwkw.
Tapi maksudnya, sekarang, aku paham, kamu yang sekarang adalah kamu yang aku yakin telah melalui banyak hal sendirian, sehingga kuatmu, mandirimu, pendirianmu, dan merdekamu, tidak diragukan lagi. Maka dari itu, nggak heran kok kalau Tuhan mempercayakan kamu untuk menggenggam mimpi yang diinginkan banyak orang: kabur aja dulu, ke negeri orang. Minimal kamu tidak akan terlalu sering melihat bingkai foto atau spanduk dan banner pejabat dan rezim di sini. Berbahagialah kau di antara tanaman ginseng, sesekali cabut akarnya, rebus, buat jamu, kan lumayan. Hehehehe.
Ah, sudah terlalu panjang. Intinya, selamat menempuh hidup baru di sana, semoga hari-hari baik selalu meliputi hidupmu, semoga kebahagiaan selalu menyertai setiap napasmu, dan semoga kesehatan dan keselamatan selalu mengiringi langkahmu. Aamiin.
Kalau pulang, tolong pungut aku lagi (tapi jangan dadakan!).
Kalau pulang, tolong pungut aku lagi (tapi jangan dadakan!).
Salam Pramuka!
Komentar
Posting Komentar