Nyanyian yang Tak Kunjung Selesai
"Ketika kamu mencintai seseorang, maka kamu juga harus siap untuk patah hati,"
Entahlah kalimat itu aku baca di mana, yang aku ingat begitu. Entah siapa yang ngomong, entah siapa yang pertama kali menuliskannya. Tetapi aku percaya itu. Setelah beberapa kali menemui orang yang katanya jatuh cinta, aku menyadari satu hal: mereka dengan mudah mengucapkan cinta tapi enggan bertanggungjawab atas itu. Saat seseorang baru saja menemukan rasa cinta yang begitu membuat dadanya seolah dipenuhi kupu-kupu, maka kata-kata manis itu dengan mudah keluar. Tetapi seiring waktu, ia lenyap, seperti debu yang terbang terbawa angin. Seolah lupa apa yang ia ucapkan, setinggi apa ia membawa hati yang lembut ini terbang ke atas langit, lalu dibiarkan menggantung di atas sana.
Kadang, kita tidak sadar bahwa saat kita jatuh cinta, seluruh waktu, tenaga, pikiran, kita curahkan semuanya pada orang yang kita cintai. Kita lupa ada diri kita sendiri yang juga membutuhkan itu. Kita lupa ada diri kita yang jauh lebih penting dari siapa pun.
Inilah yang akhirnya membuat orang yang jatuh cinta akan merasakan patah hati sekaligus. Patah hati ketika perlahan, bentuk cinta itu mulai berubah. Seperti gula yang larut dalam air. Rasanya tak semanis ketika dimakan langsung bukan?
Patah hati ketika kita menyadari diri kita tak tersisa satu pun, seluruhnya untuknya. Sementara sebagian dari dirinya, masih tertinggal di tempat lain. Kita lalu mencari-cari, bertanya-tanya, di mana separuhnya? Kita berusaha mencari dan menemukannya, agar bisa kita jaga di tempat saat ini. Tetapi kita tak menemukannya. Kita terus mencari jawaban, dan tak pernah ada.
Semakin kita mencintai, kita semakin menyadari bahwa tak semua ucapan harus dibuktikan. Tak semua awal yang indah akan selamanya indah. Tak semua yang telah larut, benar-benar hilang. Ia ada, hanya tak lagi sama. Dan mungkin, itu tidak apa-apa.
Cukuplah kita, dengan diri kita sendiri.
Dan cukuplah kita, mencintai dengan sewajarnya.
Komentar
Posting Komentar