Tumbuh (Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia)

Hai. Sudah lama, ya. Sejak aku membuat rekap tahun 2020, tahun di mana aku menjadi pribadi yang sangat menyebalkan. Nggak bisa tidur sebelum huhu huhu semalaman, menangisi semua hal yang tidak akan kembali lagi. Mengeluh tiap detik tiap menit dan seolah tidak ada ruang untuk mengucap syukur. Melihat semua hal dengan sisi yang buruk. Penuh dengan prasangka dan rasa tidak percaya pada siapapun. Dan, mulai menjauhi semua orang-orang. Iya, itu setahun yang lalu.

Aku kadang heran ketika aku bercermin dan melihat lebih dalam wajah yang ada di seberang sana. Asing rasanya. Padahal aku tau, yang sedang kulihat adalah diriku sendiri. Sesekali teringat, di depan cermin lemari baju tua di kamarku, dulu, aku masih dibantu mengenakan baju, masih kesulitan mengikat rambut, dan cemberut kalau disuruh pakai baju dengan warna merah terang. Aku nggak suka. Tapi, ya, terpaksa tetap dipakai. Hehe.

Kamu yang membaca ini, sudah berapa lama di dunia ini?

Sudahkah kamu merasa dirimu dewasa?

Apa saja yang telah kamu lalui sejauh ini? Pasti banyak, kan?

Aku sungguh penasaran tentang bagaimana orang-orang sekitarku bisa sekuat dan sekeren itu dalam bertahan hidup. Makanya, aku suka nanya-nanya banyak hal perihal pengalaman hidup mereka. Ya, karena, aku sendiri kesulitan, bro!

Kesimpulan yang aku dapatkan, menjadi dewasa adalah definisi yang sangat beragam. Semua orang memiliki pemaknaan masing-masing. Tapi, di sini, aku akan coba merangkum beberapa hal yang aku dapat dari orang-orang hebat di sekitarku. Tentu, selain yang aku tulis di sini, masih ada banyak makna tentang menjadi dewasa versi kamu. And its ok, feel free to share with me. ðŸ˜Š

Menjadi dewasa, bukanlah sesuatu yang selalu berhubungan dengan usia. Dewasa adalah saat-saat di mana seseorang rindu dengan waktu yang telah berlalu. Rindu dengan keributan-keributan kecil saat main masak-masakan, rindu dengan pertikaian lucu ketika rebutan tempat duduk di sekolah, atau rindu momen ketika masih kesulitan mengeja huruf. Dari ingatan-ingatan kecil itu, seseorang mulai menyadari bahwa ia telah berjalan jauh dari masa-masa itu. Maka tanpa sadar, ia telah mengakui bahwa dirinya telah menjadi pribadi yang berbeda.   

Dewasa bukan perihal sejauh mana seseorang bisa mencapai banyak hal. Tetapi bagaimana ia bisa mengerti bahwa tidak semua hal bisa dicapai. Ada kalanya, yang tidak ditakdirkan untuk dicapai, harus diikhlaskan. Namun, bukan berarti itu menjadi akhir dari segalanya. Dunia ini penuh misteri. Ada ribuan cara untuk bisa menemukan titik capaian yang baru.

Banyak hal yang mungkin saat ini menjadi penyesalan besar. Terlebih jika keadaan terjadi diluar kehendak, kadang manusia tergoda untuk menyalahkan semuanya, termasuk Tuhan. Waktu pun seolah mengajak ribut! Diputar-putar alur yang seharusnya bisa lurus. Diacak-acak segala rencana yang tertata rapi. Diundur-undur jadwal yang seharusnya bisa dilakukan dengan teratur. Tapi, ya, di dunia ini, manusia memang seolah budak waktu. Penyesalan-penyesalan itu, tidak seharusnya menjadi penghalang untuk bisa tetap berjalan maju. Maka, orang-orang dewasa seringkali mengatakan nggak apa-apa, kesalahan di masa lalu adalah pengalaman berharga. Dan menurutku, tidak apa kita bersalah. Kan, kita manusia, bukan malaikat yang bersih dari dosa.

Sekali lagi. Dunia ini penuh misteri. Aku lebih sering menyebutnya kejutan, sih. Soalnya, rasanya sama seperti ketika aku diberi hadiah ulang tahun tanpa sepengetahuanku. Kaget! Karena tiba-tiba dikasih kue enak. Atau tiba-tiba disiram air rinso dan telor ceplok. Sama-sama kaget, tapi berbeda. Enak, atau bau.

Aku banyak mengamati anak kecil yang sering berebutan Iqro, atau berebutan giliran menyetor bacaan. Tidak ada yang mau mengalah. Dan, berujung pada pertikaian kecil yang harus aku tengahi. Di usia yang berjalan menuju angka dua puluh dua ini, aku hanya membatin, bukankah rebutan adalah hal yang melelahkan? Untuk apa berebut sesuatu yang semu. Berebut siapa yang sampai duluan. Atau berebut siapa yang akan menjadi apa.

Dulu, aku termasuk orang yang terlihat tidak terlalu berambisi, padahal aku memiliki ambisi yang sangat besar terhadap “kemenangan”. Seolah apa-apa harus berhasil. Sekalinya gagal, aku memilih mengurung diri. Hingga ada seseorang yang berkata padaku ketika kutanya perihal hidup, "aku hanya ingin hidup biasa-biasa saja." Aku memikirkan kalimat itu semalaman. Dan akhirnya meyakini, bahwa biasa-biasa saja yang dimaksud ini bukanlah hidup apa adanya yang hanya pasrah terhadap keadaan. Tetapi lebih kepada mensyukuri apa yang telah diberi. Menjadi dewasa bisa dikatakan sebagai titik di mana kita harus belajar qana’ah. Selalu merasa cukup atas pemberian Tuhan ( setelah berusaha maksimal ).

Manusia tidak akan bisa hidup sendiri untuk bisa melewati masa-masa yang terkesan ‘rumit’. Itulah mengapa tercipta kata tolong. Manusia juga tidak bisa hidup tenang menyimpan marah, kecewa, atau bahkan dendam yang berkepanjangan. Itulah fungsi kata maaf. Dan, uluran tangan dari orang-orang sekitar yang tidak diduga, menciptakan sebuah kata sederhana: terima kasih.

Menjadi dewasa seolah dituntut untuk berpikir layaknya dewa. Menyelesaikan masalah kita sendiri, berpikir untuk diri sendiri dan pengaruhnya untuk orang lain, dan dituntut untuk bisa menanggung semua tanggung jawab besar, atau bahkan ada yang menganggapnya sebagai beban baru. Padahal, banyak yang masih ‘buta’ pada fase ini sebab tujuan hidup yang masih terombang-ambing. Maka, manusia sebaiknya memiliki prinsip utama dalam hidup. Prinsip yang akan dipakai hingga kapanpun, dan yang akan selalu diingat baik ketika dalam kondisi di atas maupun di bawah.

Seseorang berkata padaku, bahwa menjadi dewasa adalah dengan menganggap semua yang kita pikirkan adalah hal penting. Tidak ada lagi yang tidak penting. Semua hal penting, dan harus dipecahkan solusinya. Baik itu menyangkut diri sendiri, maupun orang lain. Padahal, fakta yang sering terjadi adalah seringkali menganggap urusan orang lain bukanlah urusan kita. Tidak mau mendengarkan orang lain, menjudge orang lain dengan penilaian yang buruk, membiarkan orang lain dalam keadaan kesulitan. 

Ah, hampir aku melupakan satu hal. Fase dewasa menurut aku adalah fase di mana banyak sekali rasa sakit dan kecewa akan banyak hal. Penyebabnya beragam. Karena ekspetasi yang berlebih terhadap manusia, perbuatan orang lain yang kadang kurang peduli terhadap perbedaan persepsi, atau kegagalan di masa lalu. Dalam hal ini, perlu memahami bahwa ada hal yang bisa kita kendalikan dan ada hal yang tidak bisa kita kendalikan. Pandangan orang lain, penilaian orang lain, ucapan dan perbuatan orang lain, itu adalah hal yang tidak akan bisa kita kendalikan. Maka, jangan pernah menghabiskan tenaga untuk membuat pandangan, penilaian, dan perbuatan orang lain sesuai dengan diri kita. Yang sebaiknya dilakukan adalah mengendalikan diri kita sendiri. Baik dari segi emosional, maupun persepsi kita dalam menerima perlakuan orang lain.

Pada akhirnya, kita sama-sama menyadari bahwa sebenarnya semua hal yang terlihat rumit ternyata simpel dan sederhana. Dengan bersyukur, kita bisa bahagia. Dengan memaafkan diri sendiri dan orang lain, kita bisa tenang. Di sini, kita hanya sebentar. Tidak untuk selamanya. Semakin bertambah usia, semakin menyadari bahwa yang kita capai hari ini, yang kita usahakan saat ini, tidak akan dibawa mati. Yang tersisa nanti hanyalah amal, dan rasa damai. Maka, ikhlas adalah satu-satunya cita-cita yang ingin aku capai setiap hari. 

Begitulah. Aku yakin, banyak sekali definisi dewasa yang lainnya yang tidak bisa aku sebutkan. Pada intinya, mau tidak mau, siap tidak siap, semua orang akan melewati fase ini. Tetaplah tumbuh dan berjalan jauh.

Selamat hari Kesehatan Mental Sedunia! Selamat menjadi manusia seutuhnya!  

Komentar

Postingan Populer