#Puisiku05 Pulang
denting sumpit beradu gapit
suara air keran turut serta meramaikan
aku menangkap kunyah renyah ayah beserta rekah
atau gelak tawa ibu melihat bocah kecilnya tergugu
aku mengatup menikmati sayup
tidak menyumbang sedikitpun suara
hanya melebarkan telinga dan menajamkan mata
merekamnya di dalam kepala
mencengkeramnya hingga tidak ada celah untuk hilang
sebab hidup, adalah perihal hilang, atau kehilangan
aku berjalan keluar
menggendong tas ransel berisi mimpi
duduk menepi di tengah persimpangan sunyi
sesekali bus bergantian berhenti dan pergi lagi
aku masih enggan memindahkan diri
duduk menatap roda-roda berputar tanpa pusing
"aku tadi di situ juga"
mataku melebar dan menciut lagi
pesan kecil itu sangat kecil
aku dongkol sebab sedetik saja pun kami tak punya
ah, iya.
dunia itu lucu, ia pandai mengalihkan temu
menundanya hinga satu atau dua tahun
meski begitu, aku tetap mencengkeramnya kuat
hingga tak ada lagi celah untuk lupa
sebab hidup, adalah perihal lupa, atau melupakan
lalu suara ayah dan ibu kembali melintasi lorong telingaku
"nak, bergegaslah."
aku beranjak
meniti satu persatu balok waktu dan peristiwa
mengambil dedaunan yang berserakan
menanggalkan kemeja kotor
membiarkan air mendidih hingga menguap tak tersisa
dan menggenggam erat makhluk kecil yang ada di dalam kepala
rumahku ada banyak, saat itu
aku tidak kebingungan ketika aku lelah,
atau sekedar ingin mengeluh dan merebah
sebab rumahku ada banyak, saat itu
dan,
dunia itu kuasa, ia pandai pula menggusur rumahku
tak disisakan satupun, tak dibiarkan satu puingpun
aku ingin pulang,
bunyi-bunyi yang aku cengkeram kuat itu, masih ada, kan?
masih bisa diputar, kan?
aku ingin pulang
kamu, punya rumah berapa?
bolehkah aku memintanya satu sudut saja?
Komentar
Posting Komentar